Rabu, 01 Juni 2016

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


1. Pengertian ABK
Anak yang memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan kebutuhannya secara pribadi.

2. Istilah lain ABK
Impairment: kehilangan, kerusakan, tidak lengkap fisiologis, psikologis, anatomi tubuh.
Disability: keterbatasan atau hambatan yang dialami karena impairment
Handicaped: ketidakmampuan bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan

2. Jenis-jenis ABK
2.1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan.
berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan pelayanan khusus.

2.2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran
anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan khusus.

2.3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan
anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan khusus.

2.4. Berbakat/memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa
anak yang memiliki potensi kecerdasan (inteligensi), kreativitas, dan tanggungjawab terhadap tugas (task commitment) di atas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata memerlukan pelayanan khusus.

2.5. Tunagrahita Tunagrahita (retardasi mental)
anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.

2.6. Lamban belajar (slow learner)
adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.

2.7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus , terutama dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau matematika. Permasalahan tersebut diduga disebabkan karena faktor disfungsi neurologis, bukan disebabkan karena faktor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada yang di atas normal).
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.

2.8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi;
anak yang mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini tidak selalu disebabkan karena faktor ketunarunguan.

2.9. Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.

2.10. ADHD/GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas)
gangguan yang muncul pada anak dan dapat berlanjut hingga dewasa dengan gejala meliputi gangguan pemusatan perhatian dan kesulitan untuk fokus, kesulitan mengontrol perilaku, dan hiperaktif (overaktif). Gejala tersebut harus tampak sebelum usia 7 tahun dan bertahan minimal selama 6 bulan.

2.11. Autisme
gangguan perkembangan yang kompleks, meliputi gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imaginatif, yang mulai tampak sebelum anak berusia tiga tahun, bahkan anak yang termasuk autisme infantil gejalanya sudah muncul sejak lahir.

Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus 

Satu hal penting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana orang tua dapat mengenali gejala-gejala kelainan yang terdapat pada anak berkebutuhan khusus sejak dini. Langkah termudah yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan memperhatikan tumbuh kembang anak. Identifikasi anak berkebutuhan khusus pada usia dini dapat dilakukan dengan pemantauan tumbuh kembang anak yang meliputi pemantauan dari aspek fisik, psikologi, dan sosial yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.
Usia dini, yaitu usia 0 sampai 6 tahun sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age” merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Pada masa golden age penanganan tepat yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus dapat meminimalisir hambatan yang terjadi pada anak dan secepatnya dapat diberikan intervensi sesuai dengan kebutuhan. Secara harfiah identifikasi berarti menemukan atau menemukenali.
Dalam buku Identifikasi ABK dalam Pendidikan Inklusi istilah identifikasi anak dengan kebutuhan khusus dimaksudkan merupakan suatu usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal). Setelah dilakukan identifikasi, kondisi seseorang dapat diketahui, apakah pertumbuhan/perkembangannya termasuk normal atau mengalami kelainan/penyimpangan. Bila mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1) Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan; (2) Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran; (3) Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan); (4) Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa; (5) Tunagrahita; (6) Anak lamban belajar; (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau diskalkulia); (8) Anak yang mengalami gangguan komunikasi; dan (9) Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.

Identifikasi merupakan kegiatan yang sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan secara kasar apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan. Oleh karena itu, identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan pihak-pihak yang terkait dengannya.

Langkah berikutnya setelah identifikasi adalah asesmen. Assesmen bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, terapis, dan lain-lain.
Pada tahun 1984, alat instrumen Ten Question (TQ) dikembangkan sebagai salah satu bagian dari International Pilot Study of Severe Childhood Disability (IPSSCD) yang didesain khusus untuk digunakan di negara yang mempunyai sumber daya layanan disabilitas yang terbatas. Instrumen ini telah direkomendasikan sengai alat ukur yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi disabilitas pada anak usia dini di beberapa negara berkembang. Alat ini dapat digunakan oleh masyarakat secara umum yang tidak perlu dilatih sebagai tenaga ahli profesional (dokter umum, dokter spesialis anak, dan psikolog). TQ terdiri dari sepuluh pertanyaan pendek yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi gangguan perkembangan secara umum meliputi bicara, kognisi, pendengaran, penglihatan, motorik/fisik, dan gangguan kejang. Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa alat ini lebih bermanfaat untuk mendeteksi gangguan kognitif sedang dan berat dibandingkan dengan disabilitas lainnya serta mempunyai hasil positif yang rendah secara umum. Oleh karena itu, The United Nations Children’s Fund (UNICEF) lebih merekomendasikan TQ sebagai alat skrining untuk membantu mengidentifikasi anak yang mempunyai faktor resiko berkebutuhan khusus bukan sebagai alat untuk melakukan asesmen.

BAHAN AJAR, MEDIA BELAJAR DAN LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

 A. BAHAN AJAR 1. Pengertian           Bahan ajar dapat diartikan sebagai pedoman untuk mengarahkan semua aktivitas pembelajaran, juga subst...